Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

Ex-Lab Inovasi

Gambar
Akhir-akhir ini jadi sering keinget sama OmahTI gara-gara ngejer nyiapin sertifikat kepengurusan (yang niatnya jadi kado wisuda, tapi gagal gara-gara tas kadonya kekecilan). Terus beberapa hari lalu nyempetin main ke Milan buat lihat gimana bentuk Ex-Lab Inovasi itu sekarang. Dan ya karena emang sudah pindahan jadi bisa dibayangin: papan namanya sudah dicopot, dalemnya sudah berantakan berdebu, bener-bener sudah gak kerasa hidup. Kerasa beda banget sama terakhir kali aku ke sana. Terus yang jadi renungan adalah nama "Lab Inovasi" itu. Dulu pas masa kepengurusan aku ngerasa inovasi kita itu kurang, kita ndak pernah (atau sangat jarang) mencoba teknologi-teknologi baru untuk diimplementasikan. Sempet sebel dan sedih juga pas itu. Tapi setelah lulus, dan ngelihat beberapa temen yang udah kerja diperusahaan IT ataupun non-IT. Aku ngerasa dulu itu rupanya kita sudah inovasi banget, kita ikut lomba membuat ide yang belum ada sebelumnya, berkreasi untuk menciptakan solusi perm

Bogor [3]: Karena apa kau mencintainya

Ada sela-sela waktu kosong pas kegiatan PIMNAS di sana, beberapa kali diisi lihat-lihat IPB, ke bazar PIMNAS, atau duduk-duduk ngemil, atau ngobrol bercanda biar semakin kenal. Suatu waktu pas kita ngobrol rame-rame antara kaum Adam. Dan entah lupa gimana awalnya tiba-tiba ada yang memulai topik untuk ngomongin seorang cewek. Ceritanya, ada seorang cewek yang emang lagi jadi bahan obrolan "favorit" di antara para cowok pas di PIMNAS sana. Awalnya aku ngira ini cuma kayak "rahasia umum", yang masing-masing saling tahu kalau cewek itu menarik tapi ndak akan ada yang berani mengobrolkannya, sampai akhirnya aku dapet kesempatan duduk di dalam ruang obrolan itu. -ini sedikit fakta kecil, kadang cowok juga bisa nge-gosip- Obrolan sudah mulai panjang mbahas cewek itu, tapi yang menarik dimulai ketika muncul pertanyaan: A : "Eh menurutmu apa ya yang bikin dia menarik ya?" B : "Hmm.. apa ya, manis sih senyumnya" C : "Mirip artis itu buka

Bogor [2] : Cendekiawan

Hari pertama di Bogor untuk membantu mempersiapkan keperluan kontingen PIMNAS UGM, dimulai dengan masalah konsumsi. Sempet kasihan lihat pak-pak ibu-ibu yang baru aja dateng gak ngerti apa-apa dan tiba-tiba harus mencari konsumsi di kota yang baru aja dikunjungi. Tapi ya gitulah dunia kerja. Setelah muter-muter cari tempat dan melewati macet yang agak ndak karuan akhirnya berkat bantuan Pak Henri sebagai supir kita di sana dapatlah warung makan ayam kampung yang menyediakan menu yang cocok untuk semua kalangan. Semua kalangan? iya kalau diinget salah satu bahasan paling sering selama kerja - parttime - di kantor ini adalah ke- wangun- an (kelayakan) sebuah makanan untuk disajikan ke kalangan tertentu. Karena percaya atau ndak, aku sering banget denger cerita ibu-ibu yang "ditegur" hanya karena pesenan makanan kurang wangun walaupun kalau menurutku makanan seharga 25-30ribu perkotak itu sudah sangat wangun. Dan hal itu kejadian lagi kemarin pas di Bogor, datang lagi te

Bogor [1]: Institut Pertanian Bogor

Gambar
ini Institut Pertanian Bogor? Aku kira Kebun Raya Bogor, kata seseorang Alhamdulillah dapat kesempatan lagi mampir ke kampus lain di Indonesia, Institut Pertanian Bogor :) Kalau denger pertama tentang IPB yang aku inget adalah 2, pertama adalah video tentang Jejak-Jejak Mimpi (pake vimeo, kalau di Yutube diblokir soundnya), dan yang kedua adalah tim AgriCoder (tim Competitive Programming IPB yang sering banget ketemu di tempat lomba, dan terus tinggi-tinggian peringkat) Setelah sampai sana, komentarnya jadi nambah "sejuk","rindang", dan "agro" banget. Suasana budaya agro di sana tidak hanya kerasa di IPB tapi banyak tempat di Bogor. Dan agak cocok dengan cerita bagaimana kita dari kontingen PIMNAS UGM mempersiapkan banyak hal di sana, insyaAllah ada banyak cerita dari sana. Sekarang rehat dulu :)

Experience is the best teacher

Salah satu kata-kata mutiara di buku tulis yang masih keinget sampai sekarang. Beberapa tahun lalu di sebuah acara di SMA, dengan pemateri saat itu Mas Dalu Kirom , sebuah pertanyaan terlontar, "Mas, bagaimanakah cara kita menjadi seorang yang memiliki jiwa pemimpin?" "Turun ke lapangan, nggak ada pemimpin yang bisa terlahir hanya semalam, nggak ada teori yang bisa njadiin kita pemimpin dalam sekejap, semua itu dari pengalaman" Beberapa hari lalu di sebuah acara di kampus, dengan pemateri saat itu Bu Wiwit Wijayanti, sebuah pertanyaan terlontar, "Bu, bagaimana cara biar kita menjadi public speaker yang baik, yang ndak punya kebiasaan bilang eeh... eeh... atau sejenisnya?" "Jam terbang dan latihan, itu kembali ke jam terbang. Semakin sering kita bicara di depan umum, nanti pelan-pelan kita bisa semakin memperbaiki dan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita" Jadi sebenernya sulit juga kalau ditanya, Kapan kamu bisa mulai memimpin? a

Kereta Ekonomi

Kalau ditanya berapa kali naik kereta ekonomi? Empat kali Naik kereta ekonomi pertama kali pas dapet tawaran ngajar di Purwokerto dan posisiku lagi liburan di Surabaya. Naik kereta lama buanget, terus dapet posisi bangku yang ngadep belakang jadinya jalan mundur dan akhirnya agak pusing. Diapit sama penumpang sekeluarga yang seru ngobrol dan akunya jadi krik-krik sendiri karna selain gak diajakin ngobrol, akunya juga bingung mau nanya-nanya apa. bener-bener kesan pertama yang buruk rasanya tentang kereta ekonomi. Naik kereta ekonomi kedua dari Purwokerto ke Surabaya, tapi bukan di saat yang sama dengan yang pertama, ini ceritanya nganterin mas Basith dan mas Shofwan main ke Surabaya. Walau ceritanya nganterin tapi posisi dudukku jauh dari mereka. Kali ini duduk dibangku yang diisi sama orang-orang lebih diem dari pertama, jadi gak terlalu kerasa aneh, tapi kali ini yang kerasa adalah kaki yang gak bisa lurus -- dan jadinya capek buanget, rasanya kalau pas mbak-mbak yang di depanku